Selasa, 12 Juni 2012

Apakah Orang yang Mendzalimi Ahlul Bait Nabi dijamin Masuk Surga?

Manipulasi Sejarah !!!
Dongeng berlabel hadis bahwa si A si B dijamin surga menghiasi alam pikiran nenek moyang
kita tempo dulu !!
Mereka kena tipu.

Kita sering mendengar dari orang-orang syiah atau dari buku-buku syiah bahwa Abu Bakar
menzalimi Fatimah karena menghalanginya dari warisan tanah Fadak (yang skarang disebut al-Haith).

Kenabian Nabi Muhammad sama dengan kenabian Nabi Musa. Alkisah Nabi Musa pernah dikhianati oleh Samiriy. Samiriy artinya adalah berbisik-bisik atau
sekolompok orang yang berbisik-bisik untuk bermakar ria. Nabi Harun AS diam karena takut
terjadi perpecahan. Hal Ini juga sama terjadi pada diri Nabi Muhammad yang dimana beberapa orang sahabatnya berbisik-bisik di saqifah untuk merebut kekuasaan Imam ‘Ali AS ketika Nabi sedang menghadapi hari-hari terakhirnya. Imam ‘Ali mengetahui hal tersebut tapi diam saja, semata-mata agar tidak terjadi perpecahan dikalangan umat, hal ini sangat sesuai dengan sikap Nabi Harun AS. Dan adalah fakta bahwa kedudukan Imam ‘Ali AS sama dengan kedudukan Nabi Harun As disisi Nabi Musa AS.

Rabu, 06 Juni 2012

Sayidah Zainab as, Perempuan Paling Sabar dari Nabi Ayyub

    Kendati Nabi Ayyub as terkenal sebagai orang yang sabar dan beragam musibah berat telah menimpanya, namun kesusahan dan kesedihan ini akhirnya berakhir dan kehidupannya lebih banyak dilalui dengan kesenangan.

Lebih sabar lagi dari Nabi Ayyub as adalah seorang yang kehidupannya dari kecil sampai tua dipenuhi dengan kesedihan. Ia adalah Zainab Kubra binti Ali bin Abi Thalib as, induk segala musibah.  Di masa kecil ia menyaksikan segala kezaliman yang dilakukan terhadap ayah dan ibunya. Pasca itu ia sebagai perawat kepala ayahnya yang terbela, ia mencuci hati kakaknya Imam Hasan Mujtaba as yang hancur berkeping-keping dengan air mata. Ia menanggung segala musibah berat dalam tragedi yang sangat menyedihkan, yaitu peristiwa Karbala dan pada saat yang sama semua itu baginya tidak lain hanyalah keindahan.

Siapakah Zainab as?
Ia adalah putri Amirul Mukiminin Ali bin Abi Thalib as dan Fathimah az-Zahra as. Ia bernama Zainab dan dikenal dengan sebutan Aqilah Bani Hasyim dan Shiddiqah Shughra. Julukannya adalah Ummu Kultsum Kubra dan Ummu Abdillah. Berdasarkan riwayat masyhur ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 6 Hq. Ia dinamakan Zainab yang berarti perempuan yang cantik atau hiasan ayah.

Kamis, 29 Maret 2012

Kedamaian Sunni Dan Syiah Di Jepara

     Pesantren Syiah, Darut Taqrib, berdiri di tengah lingkungan Nahdlatul Ulama, yang merupakan penganut Sunni di Desa Candi Bangsri, Jepara. Meski beberapa praktek peribadatannya berbeda, warga Syiah dan warga NU hidup damai di wilayah ini. Menurut Miqdad Turkan, murid Abdul Ghadir Bafaqih, pendiri aliran Syiah di Jepara, ada beberapa faktor yang menyebabkan kaum Syiah dan Sunni di Jepara bisa hidup damai.
Ada faktor hubungan kekerabatan dan pertemanan sejak lama. “Banyak tokoh kiai di Jepara dan sekitarnya pernah menjadi murid Ghadir,” kata Miqdad. Karena itu, ketika Abdul Ghadir beralih ke Syiah, muridnya tahu bahwa Abdul Ghadir memang berbeda sejak awal, sehingga tak menimbulkan masalah.
Selain itu, para kiai muda di Jepara juga berteman baik sejak di bangku sekolah. Yang tak kalang penting, kata Miqdad, kaum Syiah di sana tak pernah bertindak ekstrem atau berambisi mengajak orang Sunni masuk ke Syiah. “Orang Syiah berkembang secara alamiah dan orang lain melihat Syiah juga secara alamiah pula,” katanya.
Bagi Miqdad, secara naluriah, orang terus berproses dalam pencarian akibat ketidakpuasan spiritual. “Silakan diskusi. Selanjutnya Anda jadi Syiah atau tidak, itu hak anda. Orang yang bijak adalah yang bisa memahami orang lain tanpa harus mengikuti,” kata Miqdad.
Muhammad Ali, salah satu pengasuh pondok Darut Taqrib, menyatakan menjadi penganut Syiah secara alamiah setelah banyak membaca buku. “Saat umur 16 tahun, saya banyak membaca buku tentang Islam dan masyarakat, serta tentang Islam dan tantangan zaman,” katanya. Setelah itu, dia mondok di Pekalongan.
Sebelumnya, Ali adalah penganut Sunni tulen. Keluarganya pun pengikut setia Sunni. Kini, Ali beralih ke Syiah, sedangkan keluarganya masih ikut Sunni. Keluarga Ali juga tak mempersoalkan pilihan keyakinan anaknya. “Perbedaaan dalam hal kehidupan adalah sesuatu yang biasa, yang penting saling menghargai,” katanya.
Miqdad menambahkan, silakan menjadi pengikut Syiah atau Sunni. “Yang penting jangan berhenti belajar dan selalu membela kaum mustad’afin (kaum lemah),” ujarnya. Miqdad mencontohkan, penganut Syiah dan Sunni di Jepara sering melakukan salat berjamaah. Miqdad mengatakan, dalam salat berjamaah itu, tangan penganut Sunni bersedekap, sedangkan tangan penganut Syiah tidak demikian. “Tidak ada masalah. Itu hanya perbedaan yang tak substansial,” katanya.

Jumat, 09 Maret 2012

Ahlul Bait Dalam Al-Qur’an dan Hadits


Telah banyak ayat dan riwayat yang menyebutkan tentang Ahlulbait, dan di antaranya akan disebutkan di bawah ini.
Diriwayatkan oleh Ummu Salamah, istri Nabi, bahwa Beliau berada di rumah Ummu Salamah, lalu Fatimah datang dengan semangkuk makanan, Rasul bersabda “panggilkan suami dan kedua putramu Al Hasan dan Al Husain.”
Saat itu mereka sedang makan, kemudian turun ayat ini kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya Kami (Allah) berkehendak untuk melenyapkan kekotoran dari kalian wahai Ahlulbait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab : 33)
Kemudian Nabi saw menggenggam jubah dan membentangkannya di atas mereka, lalu mengeluarkan tangannya dan menunjuk ke arah langit dan berdo’a : “Ya Allah, mereka adalah keluarga dan orang-orang khusus bagiku. Hilangkanlah dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.”
Nabi mengatakan hal itu tiga kali, Ummu Salamah berkata “Saat itu aku masukkan kepalaku kedalam kain, seraya aku berkata ‘Ya Rasulullah, adakah aku bersama kalian?” Beliau bersabda dua kali “Engkau ada pada kebaikan.”
Rasulullah melanjutkan penjelasan tentang arti ayat tersebut bagi ummatnya agar mereka bergerak di bawah naungan ayat ini dan dapat mengambil hikmahnya. “Ayat ini turun tentang lima orang : Aku, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.”
Riwayat lain menceritakan bahwa acapkali Rasulullah melewati pintu rumah Fatimah saat hendak melakukan shalat subuh sambil berkata “Mari kita shalat, wahai Ahlulbait! Mari kita shalat! Sesungguhnya Allah telah berkehendak untuk menghilangkan kotoran dari kalian, Ahlulbait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.”
Demikian Al-Qur’an berbicara tentang Ahlulbait as bahwa Allah membatasi pribadi-pribadi suci serta jauh dari kotoran, dosa, dan hawa nafsu. Perilaku dan pribadi mereka adalah tauladan. Itulah sebab penekanan Al-Qur’an terhadap posisi dan kedudukan mereka dalam garis syari’at Islam sebagai tempat rujukan saat terjadinya perselisihan dan perpecahan.
Sangat jelas bahwa Al-Qur’an telah menekankan kepemimpinan Ahlulbait as. Sepeninggal Rasul dalam sejumlah besar ayat didalamnya.
Apa kiranya tujuan Rasulullah saw berbulan-bulan melewati rumah Ali dan Fatimah, memanggil mereka di waktu subuh dengan sebutan Ahlulbait kecuali untuk mengenalkan pribadi mereka kepada ummat Islam dan mewajibkan kecintaan dan ketaatan kepada Ahlulbait. 

Kamis, 01 Maret 2012

Fakta yang Tak Pernah diungkap Gereja (bag. 4)

          Imam Husain as dan Tragedi Karbala didalam alkitab
 Kata Husain (dalam Ibrani: ChSN), penggunaan kata tesebut merujuk kepada suatu simbol seorang Imam yang menanggung nama–nama umat di hadapan Tuhan. Dalam Yeremia 46:6,10 kurang diperhatikan  yang isinya seolah-olah mensyaratkan aplikasinya kepada Imam Husain as.
“Let not the swift flee away, nor the mighty man escape; they shall stumble, and fall toward the north by the river Euphrates…For this is the dag of the LORD GOD of hosts, a day of vengeance, that he may avenge him of his adverseries: and the sword shall devour, and shall be satiate and made drunk with their blood: for the LORD GOD of hosts hath a sacrifice in the north country by the river Euphrates.”
[“Orang yang tangkas tidak dapat melarikan diri, pahlawan tidak dapat melupakan diri; di utara, di tepi sungai Efratlah mereka tersandung dan rebah…Hari itu ialah hari Tuhan ALLAH semesta alam, hari pembalasan untuk melakukan pembalasan kepada para lawan-Nya. Pedang akan makan sampai kenyang, dan akan puas minum darah mereka. Sebab Tuhan ALLAH semesta alam mengadakan korban penyembelihan di tanah utara, dekat sungai Efrat.”]
Implikasinya adalah sebuah janji bahwa Tuhan akan membalas serangan atas kekasih-Nya Husain as dan para sahabatnya di Karbala, di sungai Eufrat.

Sabtu, 07 Januari 2012

Biografi Rahbar

Selama bertahun-tahun lamanya, saya telah mengenal Anda. Hubungan di antara kita bahkan sudah terjalin, jauh sebelum meletusnya revolusi. Hingga kini, saya mengenal Anda sebagai salah satu tulang punggung revolusi Islam Iran. Anda juga saya kenal sebagai seorang yang sangat faham masalah-masalah hukum Islam, dan Anda sangat taat dengan hukum-hukum tersebut. Terkait dengan penegakkan sistem pemerintahan Islami yang berlandaskan konsep Wilayatul Faqih, Anda terbukti telah berani mengorbankan apapun, termasuk nyawa, demi tegaknya sistem pemerintahan suci ini. Di antara orang-orang yang setia kepada revolusi dan agama, Anda bagaikan mentari yang memberikan cahaya kepada sekelilingnya.


(Ucapan Imam Khomeini kepada Sayyid Ali Khamenei, Shahifeye Nour jilid XX halaman 173)


Sebuah Keluarga Sederhana


28 Shafar 1382 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 18 April 1939, keluarga miskin dan sederhana Hujjatul Islam Sayyid Jawad Husaini melahirkan putera kedua yang diberi nama Ali. Tak ada tanda-tanda berarti yang menunjukkan bahwa bayi tampan yang dilahirkan dari keluarga religius itu akan menjadi salah satu pilar revolusi Islam di Iran. Sayyid Jawad, sang ayah, saat itu tidak mengira bahwa sang putera yang dilahirkan di kawasan Khamene, sebuah kota kecil sekitar Masyhad, Iran Timur itu, kelak akan dikomentari oleh Ayatullah Taleqani, imam Jumat pertama setelah revolusi, sebagai pemimpin masa depan Iran dan dunia Islam.

Ringkasan Biografi Imam Khomeini

Imam Khomeini dilahirkan pada tahun 1278 H (1900 M) di Provinsi Khomein (dahulu dikenal sebagai Provinsi Kamareh), bertepatan dengan hari ulang tahun kelahiran Fatimah az-Zahrah (20 Jumadil Akhir), puteri Rasulullah Muhammad saw. Ayah beliau, Sayyid Mustafa, adalah seorang ulama besar yang dicintai rakyat dan terbunuh oleh agen-agen Syah Reza Pahlevi pada bulan Zulhijjah atau 19 September 1902.
Sayyid Mustafa meninggalkan tiga orang puteri dan tiga putera. Imam Khomeini adalah yang bungsu.
Pada usia 15 tahun, ibunya meninggal dunia, demikian pula bibik yang mengasuh beliau. Sejak masa kanak-kanak, Imam Khomeini mulai belajar menulis dan membaca di rumah. Kemudian, beliau masuk ke suatu sekolah yang baru saja didirikan; dan di situ beliau belajar dengan sungguh-sungguh. Sebelum genap berusia 15 tahun, beliau telah mahir bahasa Parsi, kemudian mulai belajar pengantar ilmu-ilmu pengetahuan Islam dari abangnya, Pasandideh.
Sesudah itu, Imam Khomeini pergi ke Arak, lalu ke Qum. Di sini beliau belajar pada Syaikh Abdul Karim Hairi Yazdi. Pada tahun 1922 beliau menyelesaikan tingkat pelajaran tertinggi seraya membantu Syaikh Hairi mengajar.
Ketika Syaikh Hairi meninggal (tahun 1937), Imam Khomeini telah termasuk salah seorang tokoh ulama terkemuka dan dikenal sebagai seorang alim yang jenius. Selain pengetahuannya yang luas di bidang hukum, beliau juga dikenal sebagai seorang spesialis dalam pengetahuan astronomi, falsafah umum, falsafah tradisional, dan irfan (gnosis). Gurunya di bidang astronomi adalah Ali Akbar Yazdi, sedangkan dalam falsafah umum, falsafah tradisional, dan irfan adalah Muhammad Ali Shahabadi.
Imam Khomeini memiliki dua anak laki-laki dan tiga perempuan. Putera beliau yang tertua, Ayatullah Sayyid Mustafa Khomeini, mati syahid pada tanggal 23 Oktober 1977 melalui pembunuhan misterius (operasi intelijen) yang dilakukan oleh agen-agen pemerintahan despotik Syah Reza Pahlevi.
Lebih dari tiga puluh judul buku — tentang berbagai aspek — telah ditulis oleh Imam Khomeini. Banyak pihak menilai buku-buku tersebut berkualitas tinggi dan pembahasannya sangat rinci dan mendalam. Di saat rezim tiranik Reza Khan (ayah Syah Reza Pahlevi, Syah Iran terakhir) sedang berkuasa, Imam Khomeini menulis buku: “Kasyf-al-Asrar” (Mengungkap Rahasia), yang gaya penulisannya sangat tegas dan tidak mengenal kompromi. Agaknya, gaya ini merupakan ciri khas dari tulisan-tulisan beliau. Dalam buku “Kasyf-al-Asrar” itu, Imam Khomeini mengutuk keras rezim Reza Khan yang secara kasat mata — dan tidak kenal malu — menggantungkan diri pada kekuatan asing, dalam hal ini Inggris.
Beliau juga melihat dengan jelas bahwa permusuhan rezim Pahlevi terhadap Islam bukanlah semata-mata didorong oleh hasrat seorang diktator, tetapi merupakan bagian dari satu rencana besar untuk melenyapkan Islam sebagai satu kekuatan sosial-politik di seluruh dunia. Rencana tersebut disusun oleh pusat-pusat kajian imperialistik dan dipercayakan kepada agen-agen setempat untuk mewujudkannya. Di Iran, agen mereka adalah Reza Khan.
Dalam buku Kasy-al-Asrar tersebut, Imam Khomeini menulis, “Semua perintah yang dikeluarkan oleh rezim diktator dari bandit Reza Khan, sama sekali tidak bernilai. Undang-undang yang dikeluarkan oleh parlemen binaannya harus dirobek-robek dan dibakar. Semua kata-kata sinting yang telah keluar dari otak serdadu yang buta huruf itu adalah busuk, dan hanya Hukum Allah yang tetap dan lestari dari gerusan waktu”. Kata-kata yang sama sekali tidak mengenal kompromi ini ditandai oleh satu pandangan batin yang radikal dan ditransformasikan ke dalam realitas politik.

Pesan-Pesan Penting

Al-Imam Ali ar-ridho as, Tatkala memberikan hadiah "Jubah" beliau kepada Di'bil (pelantun Syair beliau), beliau as berkata Di'bil, maukah kutambah bait-bait lain,.... agar syairmu tentang "derita Keluarga Rasul menjadi Sempurna ?

" Di'bil menjawab Tentu saja, Junjunganku. Semua yang Anda sukai, pasti juga aku sukai.

Syair Beliau as "Menangislah di atas sepetak pusara di Tanah Thus. Musibah yang menimpa akan tetap lestari dalam hati hingga Kiamat Sampai Allah membangkitkan Al Qoim, Yang akan melenyapkan beban duka dari Kami.

Di'bil bertanya ;" Diriku jadi tebusanmu, Junjunganku. PUSARA SIAPAKAH DI THUS ITU ? (Imam as mendekati Di'bil dengan nada yang halus dan pelan) ;

"ITU PUSARAKU". Selanjutnya Imam as beliau berpesan pada

Di'bail ; Segera pergi dari kota (Marw) ini. Tiap kali bertemu dengan para Pecinta Kami sampaikan salam kepada mereka dan ceritakan duka derita Kami.




Abdul Azim Hasani berkata: Dikatakanlah kepada Abu Jafar (Imam Jawad as).”Aku ragu, apakah berziarah ke makam Aba Abdulah Husain atau berziarah ke makam ayahanda di kota Thus.

Pendapat anda bagaimana wahai Abu Jafar? kemudian Imam Jawad berkata : Tetaplah pada pendirianmu.....(kemudian Imam Jawad masuk ke dalam rumahnya dan tiba-tiba keluar sebentar seraya airmata beliau berlinang diantara pipinya dan berkata:
”Sangatlah banyak sekali penziarah Aba Abdulah As dan penziarah Ayah ku (al Imam Ali Ridho as) sangatlah sedikit".