Sabtu, 07 Januari 2012

Biografi Rahbar

Selama bertahun-tahun lamanya, saya telah mengenal Anda. Hubungan di antara kita bahkan sudah terjalin, jauh sebelum meletusnya revolusi. Hingga kini, saya mengenal Anda sebagai salah satu tulang punggung revolusi Islam Iran. Anda juga saya kenal sebagai seorang yang sangat faham masalah-masalah hukum Islam, dan Anda sangat taat dengan hukum-hukum tersebut. Terkait dengan penegakkan sistem pemerintahan Islami yang berlandaskan konsep Wilayatul Faqih, Anda terbukti telah berani mengorbankan apapun, termasuk nyawa, demi tegaknya sistem pemerintahan suci ini. Di antara orang-orang yang setia kepada revolusi dan agama, Anda bagaikan mentari yang memberikan cahaya kepada sekelilingnya.


(Ucapan Imam Khomeini kepada Sayyid Ali Khamenei, Shahifeye Nour jilid XX halaman 173)


Sebuah Keluarga Sederhana


28 Shafar 1382 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 18 April 1939, keluarga miskin dan sederhana Hujjatul Islam Sayyid Jawad Husaini melahirkan putera kedua yang diberi nama Ali. Tak ada tanda-tanda berarti yang menunjukkan bahwa bayi tampan yang dilahirkan dari keluarga religius itu akan menjadi salah satu pilar revolusi Islam di Iran. Sayyid Jawad, sang ayah, saat itu tidak mengira bahwa sang putera yang dilahirkan di kawasan Khamene, sebuah kota kecil sekitar Masyhad, Iran Timur itu, kelak akan dikomentari oleh Ayatullah Taleqani, imam Jumat pertama setelah revolusi, sebagai pemimpin masa depan Iran dan dunia Islam.

Ringkasan Biografi Imam Khomeini

Imam Khomeini dilahirkan pada tahun 1278 H (1900 M) di Provinsi Khomein (dahulu dikenal sebagai Provinsi Kamareh), bertepatan dengan hari ulang tahun kelahiran Fatimah az-Zahrah (20 Jumadil Akhir), puteri Rasulullah Muhammad saw. Ayah beliau, Sayyid Mustafa, adalah seorang ulama besar yang dicintai rakyat dan terbunuh oleh agen-agen Syah Reza Pahlevi pada bulan Zulhijjah atau 19 September 1902.
Sayyid Mustafa meninggalkan tiga orang puteri dan tiga putera. Imam Khomeini adalah yang bungsu.
Pada usia 15 tahun, ibunya meninggal dunia, demikian pula bibik yang mengasuh beliau. Sejak masa kanak-kanak, Imam Khomeini mulai belajar menulis dan membaca di rumah. Kemudian, beliau masuk ke suatu sekolah yang baru saja didirikan; dan di situ beliau belajar dengan sungguh-sungguh. Sebelum genap berusia 15 tahun, beliau telah mahir bahasa Parsi, kemudian mulai belajar pengantar ilmu-ilmu pengetahuan Islam dari abangnya, Pasandideh.
Sesudah itu, Imam Khomeini pergi ke Arak, lalu ke Qum. Di sini beliau belajar pada Syaikh Abdul Karim Hairi Yazdi. Pada tahun 1922 beliau menyelesaikan tingkat pelajaran tertinggi seraya membantu Syaikh Hairi mengajar.
Ketika Syaikh Hairi meninggal (tahun 1937), Imam Khomeini telah termasuk salah seorang tokoh ulama terkemuka dan dikenal sebagai seorang alim yang jenius. Selain pengetahuannya yang luas di bidang hukum, beliau juga dikenal sebagai seorang spesialis dalam pengetahuan astronomi, falsafah umum, falsafah tradisional, dan irfan (gnosis). Gurunya di bidang astronomi adalah Ali Akbar Yazdi, sedangkan dalam falsafah umum, falsafah tradisional, dan irfan adalah Muhammad Ali Shahabadi.
Imam Khomeini memiliki dua anak laki-laki dan tiga perempuan. Putera beliau yang tertua, Ayatullah Sayyid Mustafa Khomeini, mati syahid pada tanggal 23 Oktober 1977 melalui pembunuhan misterius (operasi intelijen) yang dilakukan oleh agen-agen pemerintahan despotik Syah Reza Pahlevi.
Lebih dari tiga puluh judul buku — tentang berbagai aspek — telah ditulis oleh Imam Khomeini. Banyak pihak menilai buku-buku tersebut berkualitas tinggi dan pembahasannya sangat rinci dan mendalam. Di saat rezim tiranik Reza Khan (ayah Syah Reza Pahlevi, Syah Iran terakhir) sedang berkuasa, Imam Khomeini menulis buku: “Kasyf-al-Asrar” (Mengungkap Rahasia), yang gaya penulisannya sangat tegas dan tidak mengenal kompromi. Agaknya, gaya ini merupakan ciri khas dari tulisan-tulisan beliau. Dalam buku “Kasyf-al-Asrar” itu, Imam Khomeini mengutuk keras rezim Reza Khan yang secara kasat mata — dan tidak kenal malu — menggantungkan diri pada kekuatan asing, dalam hal ini Inggris.
Beliau juga melihat dengan jelas bahwa permusuhan rezim Pahlevi terhadap Islam bukanlah semata-mata didorong oleh hasrat seorang diktator, tetapi merupakan bagian dari satu rencana besar untuk melenyapkan Islam sebagai satu kekuatan sosial-politik di seluruh dunia. Rencana tersebut disusun oleh pusat-pusat kajian imperialistik dan dipercayakan kepada agen-agen setempat untuk mewujudkannya. Di Iran, agen mereka adalah Reza Khan.
Dalam buku Kasy-al-Asrar tersebut, Imam Khomeini menulis, “Semua perintah yang dikeluarkan oleh rezim diktator dari bandit Reza Khan, sama sekali tidak bernilai. Undang-undang yang dikeluarkan oleh parlemen binaannya harus dirobek-robek dan dibakar. Semua kata-kata sinting yang telah keluar dari otak serdadu yang buta huruf itu adalah busuk, dan hanya Hukum Allah yang tetap dan lestari dari gerusan waktu”. Kata-kata yang sama sekali tidak mengenal kompromi ini ditandai oleh satu pandangan batin yang radikal dan ditransformasikan ke dalam realitas politik.

Pesan-Pesan Penting

Al-Imam Ali ar-ridho as, Tatkala memberikan hadiah "Jubah" beliau kepada Di'bil (pelantun Syair beliau), beliau as berkata Di'bil, maukah kutambah bait-bait lain,.... agar syairmu tentang "derita Keluarga Rasul menjadi Sempurna ?

" Di'bil menjawab Tentu saja, Junjunganku. Semua yang Anda sukai, pasti juga aku sukai.

Syair Beliau as "Menangislah di atas sepetak pusara di Tanah Thus. Musibah yang menimpa akan tetap lestari dalam hati hingga Kiamat Sampai Allah membangkitkan Al Qoim, Yang akan melenyapkan beban duka dari Kami.

Di'bil bertanya ;" Diriku jadi tebusanmu, Junjunganku. PUSARA SIAPAKAH DI THUS ITU ? (Imam as mendekati Di'bil dengan nada yang halus dan pelan) ;

"ITU PUSARAKU". Selanjutnya Imam as beliau berpesan pada

Di'bail ; Segera pergi dari kota (Marw) ini. Tiap kali bertemu dengan para Pecinta Kami sampaikan salam kepada mereka dan ceritakan duka derita Kami.




Abdul Azim Hasani berkata: Dikatakanlah kepada Abu Jafar (Imam Jawad as).”Aku ragu, apakah berziarah ke makam Aba Abdulah Husain atau berziarah ke makam ayahanda di kota Thus.

Pendapat anda bagaimana wahai Abu Jafar? kemudian Imam Jawad berkata : Tetaplah pada pendirianmu.....(kemudian Imam Jawad masuk ke dalam rumahnya dan tiba-tiba keluar sebentar seraya airmata beliau berlinang diantara pipinya dan berkata:
”Sangatlah banyak sekali penziarah Aba Abdulah As dan penziarah Ayah ku (al Imam Ali Ridho as) sangatlah sedikit".