Selasa, 12 Juni 2012

Apakah Orang yang Mendzalimi Ahlul Bait Nabi dijamin Masuk Surga?

Manipulasi Sejarah !!!
Dongeng berlabel hadis bahwa si A si B dijamin surga menghiasi alam pikiran nenek moyang
kita tempo dulu !!
Mereka kena tipu.

Kita sering mendengar dari orang-orang syiah atau dari buku-buku syiah bahwa Abu Bakar
menzalimi Fatimah karena menghalanginya dari warisan tanah Fadak (yang skarang disebut al-Haith).

Kenabian Nabi Muhammad sama dengan kenabian Nabi Musa. Alkisah Nabi Musa pernah dikhianati oleh Samiriy. Samiriy artinya adalah berbisik-bisik atau
sekolompok orang yang berbisik-bisik untuk bermakar ria. Nabi Harun AS diam karena takut
terjadi perpecahan. Hal Ini juga sama terjadi pada diri Nabi Muhammad yang dimana beberapa orang sahabatnya berbisik-bisik di saqifah untuk merebut kekuasaan Imam ‘Ali AS ketika Nabi sedang menghadapi hari-hari terakhirnya. Imam ‘Ali mengetahui hal tersebut tapi diam saja, semata-mata agar tidak terjadi perpecahan dikalangan umat, hal ini sangat sesuai dengan sikap Nabi Harun AS. Dan adalah fakta bahwa kedudukan Imam ‘Ali AS sama dengan kedudukan Nabi Harun As disisi Nabi Musa AS.
Banyak sejarah yang telah dimanipulasi untuk mengangkat derjat dan keutamaan beberapa
“sahabat” Nabi. Sedangkan keluarga Nabi direndahkan. Seperti ucapan Ibnu Taymiah yang
menyatakan bahwa Imam ‘Ali AS bukan saudara Nabi Muhammad SaaW, sedangkan fakta
menyatakan bahwa Imam ‘Ali AS memang saudara Nabi Muhammad AS.
Apakah orang yang menyakiti Sayidah Fatimah AS dijamin masuk syurga? Apakah orang yang menzolimi keluarga Nabi (Ahlul Bait) dijamin masuk surga? Hadits 10 sahabat tersebut,masih perlu dikaji ulang orang yg menyakiti Ahlul Bait.

Tidak ada yang aneh. Apakah aneh seorang Nabi Harun as terpaksa membiarkan kaum Musa as menyembah berhala sapi emas buatan Samiri, sehingga sepulangnya Musa as dari bukit Tursina, Nabi Musa as menarik janggutnya lantas “Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah mendurhakai perintahku?” Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegangnjanggutku dan jangan kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata : “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”. (QS Thaha ayat 92-94; Baca lebih seksama teks al-Quran ini dan renungkan kaitannya dengan kasus yg anda anggap
aneh!)

Fadak adalah nama desa di Hijaz yang didapat secara damai oleh Rasulullah Saw tahun 7 H, berjarak 2 atau 3 hari dari Madinah. Di sana ada mata air yang deras dan pohon kurma yang banyak.

Mereka bahkan mengatakan kalau Abu Bakar mencaplok tanah Fadak. Mereka menggambarkan bahwa Abu Bakar benci Fatimah dan Fatimah benci Abu Bakar sampai mati. Benarkan demikian? Benarkah Abu Bakar serendah itu/ Benarkah Fatimah penghulu wanita surga itu serendah itu? Bagaimana yang sebenarnya?

Jawaban yang benar:
Semoga Allah mlindungi setiap pemikiran dan apa yang seharusnya kita ketahui. Dalam buku yang berjudul FATIMAH memang secara jelas dtuliskan bahwa tidak ada 1 orang
pun yg boleh mengetahui makamnya selain para pengubur. Ali bahkan membuat 7 kubur untuk
mengecoh Abu Bakar dan Umar, ketika Abu Bakar dan Umar ingin membongkar semua makam tuk dapat memandikan dan mensholati lagi jenazah Fatimah, Ali menjaga Baqi dengan membawa Zulfikar dan menyatakan akan terjadi pertumpahan darah bila tetap dilakukan pembongkaran. Abu Bakar dan Umar pada akhirnya mengalah agar tidak terjadi pertumpahan darah walau mereka terus bersedih dan menangis atas penolakan Fatimah, bahkan Abu Bakar meminta semua membatalkan baiat atas dirinya namun semua itu sudah tidak berlaku, Fatimah telah murka, semua wasiat dilakukan karna rasa marah yg luar biasa terhadap Abu Bakar dan umar (Hanya Allah yang tahu kebenarannya). Dan alasan kenapa Fatimah, dan juga al-Hasan yang sungguh ingin dmakamkan di samping makam Rasul tidak dapat terwujud karena penolakan dari Aisyah bahkan sampai jenazah al-Hasan yang merupakan ahlul bait, cucu kebanggaan Rosul, dihujani dengan panah dan tombak (Semoga Allah menunjukkan jalan yang benar pada kita). Sungguh di luar apa yg telah saya ketahui apa yang terdapat dalam buku tersebut, jika selama ini dalam buku-buku plajaran kebanyakan mengagungkan Abu Bakar dan Umar, membaca buku ini benar-benar membuat saya dalam keadaan bingung dan berusaha mencari jawaban, sebgian besar teman berdiskusi menyatakan itu buku dari kelompok yang terlalu mengagungkan Ali dan ingin memecah belah Islam, tapi semakin saya mencari jawaban, hampir semua buku dengan judul berbeda memiliki alur
cerita yang sama hanya beda cara penyampaian, pada beberapa buku dijelaskan alasan Abu
Bakar dan Umar bertindak demikian.

Tapi, patutkah juga keluarga Rosul derperlakukan sperti itu? sedang Rosul mengatakan pada
mereka bahwa Fatimah adalah penghulu wanita di surga? Ali adalah suami penghuni
surga, Hasan dan Husein adalah cucu yang dikasihinya, malah kaum muslim juga yang membunuh Husein dengan sangat biadab, pembunuhan terkeji pertama yg ada di muka bumi, hingga seluruh binatang dan malaikat mengutuk perbuatan tersebut, bahkan jika boleh memilih mereka tidak ingin lagi berada di dunia, Maha Besar Allah, semoga apa yang kita ketahui bukanlah suatu kesesatan.

Benar-benar bingung, segala yang awalnya setau kita baik, kok jadi buruk? Sejarah, riwayat dan hadis Nabi Saw telah banyak dipalsukan dan diputar belitkan, sehingga
ummat Muslim percaya yang tersurat itulah sebenarnya. Sedangkan kisahnya yg tersirat terpendam ditelan zaman, maka dinamakan ianya Fitnah Awal Zaman. Yg mengetahui sejarah sebenarnya yang tersirat itu, adalah dikalangan Ahlul Bait Nasab sejati warisan Nabi Muhammad Saw itu sendiri. Maka antaranya Ahlul Bait Imam 12 Syiah, adalah Generasi Ke3, dari nasab Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husein, yang selalu di buruk-burukkan oleh mereka itu.

Di antara perkara menarik untuk dikaji adalah sikap dan penilaian Imam Bukhari dan Imam
Muslim terhadap kedudukan Abu Bakar dan Umar. Mengakaji sikap dan pandangan mereka
terhadap kedua tokoh sahabat itu dapat ditelusuri melalui hadis-hadis atau riwayat-riwayat yang mereka abadikan dalam kitab Shahih mereka setelah menyeleksinya dari ratusan ribu hadis shahih yang mereka berdua hafal atau riwayatkan dari syeikh-syeikh atau guru-guru mereka berdua! Dalam kajian ini pembaca kami ajak meneliti sikap Imam Bukhari dan Muslim terhadap Abu Bakar dan Umar, baik di masa hidup Nabi saw ataupun setelah wafat beliau dalam sikap mereka ketika menjabat selaki Khalifah!

Sengketa Antara Abu Bakar dan Fatimah as. – Putri Tercinta Rasulullah saw. – Di antara lembaran hitam sejarah umat Islam yang tak dapat dipungkiri adalah terjadinya sengketa antara Fatimah as. – selaku ahli waris Nabi saw. – dan Abu Bakar selaku penguasa
terkait dengan tanah Fadak dan beberapa harta waris yang ditinggalkan Nabi saw. Menolak adanya sengketa dalam masalah ini bukan sikap ilmiah! Ia hanya sikap pengecut yang
ingin lari dari kenyataan demi mencari keselamatan dikarenakan tidak adanya keberanian dalam menentukan sikap membela yang benar dan tertindas dan menyalahkan yang salah dan penindas!

Data-data akurat telah mengabadikan sengketa tersebut! Karena deras dan masyhurnya
kenyataaan itu sehingga alat penyaring Imam Bukhari dan Muslim tak mampu menyaringnya!
Atau bisa jadi sangking shahihnya hadis tentangnya sehingga Imam Bukhari dan Muslim – sebagai penulis kitab hadis paling selektif pun - menshahihkannya dan kemudian mengoleksinya dalam kedua kitab hadis Shahih mereka. Dalam kali ini kami tidak hendak membicarakan kasus sengketa tanah Fadak secara rinci. Akan tetapi kami hanya akan menyoroti “argumentasi dadakan” yang diajukan Abu Bakar secara spontan demi melegalkan perampasan tanah Fadak. Argumentasi Abu Bakar tersebut adalah “hadis Nabi” yang kemudian menjadi sangat masyhur di kalangan para pembela Abu Bakar, hadis tersebut adalah hadis “Kami para nabi tidak diwarisi, apa-apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.”[1]

Setelah dilontarkan pertama kali oleh Abu Bakar secara dadakan di hadapan argumentasi qur’ani yang diajukan putri kenabian; Fatimah az Zahra as, hadis itu menerobos mencari posisi sejajar dengan sabda-sabda suci Nabi Saw lainnya. Tidak penting sekarang bagi kita untuk menyimak penilaian para pakar hadis atau lainnya tentang status hadis tersebut! Apakah ia benar sabda suci Nabi Saw atau ia sekedar akal-akalan Abu Bakar saja demi melegetimasi perampasan tanah Fadak. Yang penting bagi kita sekarang bagaimana sikap Imam Ali as dalam menyikapi Abu Bakar yang membawa-bawa nama Nabi saw dalam hadis itu. Imam Bukhari dan Imam Muslim keduanya melaporkan dengan beberapa jalur yang meyakinkan
bahwa segera setalah Abu Bakar melontarkan hadis itu dan dengannya ia melegalkan
perampasan tanah Fadak, Imam Ali as menegaskan bahwa Abu Bakar telah berbohong atas
nama Rasulullah saw. dalam hadis tersebut, di bawah ini kami sebutkan hadis panjang riwayat Bukhari dan Muslim yang melaporkan pengaduan atau sengketa antara Abbas dan Imam Ali as di hadapan Umar – semasa menjabat sebagai Khalifah:
صلى أنا وليُّ رسول لله : صلى لله علیھ وسلم قال أبو بكر فلما توفي رسول لله
لله علیھ وسلم، فجئتما تطلب میراثك كن ابن أخیك و یطلب ھذا میراث إمرأتھ من
ما نورث ما تركنا :ق ال صلى لله علیھ وسلم قال رسول لله :أبیھا فقال أبو بكر
فرأیتماه كاذبا آثما غادرا خائنا ولله یعلم أنھ فیھا صادق بار راشد تابع !صدقة
..…للحق
Dan ketika Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah walinya Rasulullah, lalu
kalian berdua (Ali dan Abbas) datang menuntut warisanmu dari anak saudaramu dan yang ini
menuntut bagian warisan istrinya dari ayahnya. Maka Abu Bakar berkata, ‘Rasulullah Saw bersabda: “Kami tidak diwarisi, apa- apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.”, lalu kalian
berdua memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat. Demi Allah ia adalah seorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti kebenaran. Kemudian Abu Bakar
wafat dan aku berkata, ‘Akulah walinya Rasulullah saw. dan walinya Abu Bakar, lalu kalian
berdua memandangku sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat…. “ (HR. Muslim, Kitab al Jihâd wa as Sair, Bab Hukm al Fai’,5/152) Imam Bukhari Merahasiakan Teks Sabda Nabi saw.

Dalam hadis shahih di atas jelas sekali ditegaskan bahwa Imam Ali as dan Abbas ra paman
Nabi Saw telah menuduh Abu Bakar dan Umar yang merampas seluruh harta warisan Nabi Saw dari ahli waris belaiu dengan membawa-bawa hadis palsu atas nama Nabi saw. sebagai:
1. Pembohong/Kâdziban.
2. Pendosa/Atsiman.
3. Penipu/Ghadiran.
4. Pengkhianat/Khâinan.
Kenyataan ini sangatlah jelas, tidak ada peluang untuk dita’lilkan dengan makna-makna
pelesetan yang biasa dilakukan sebagian ulama ketika berhadapaan dengan redaksi yang agak semu. Karenanya Imam Bukhari dengan terpaksa, - agar kaum awam, mungkin termasuk Anda yang sedang membaca artikel ini tidak menodai kesucian fitrahnya dengan mengetahui
kenyataan mengerikan ini; yaitu kejelekan pandangan Imam Ali as dan Abbas ra terhadap Abu
Bakar dan Umar - maka ia (Bukhari) merahasiakan data yang dapat mencoreng nama harum Abu Bakar dan Umar. Mungkin niat Imam Bukhari baik, demi menjaga kemantapan akidah Anda agar tidak diguncang oleh waswasil khanâs. Ketika sampai redaksi ini:
أنا ولي رسول لله أبو بكر فق ال صلى لله علیھ وسلم ثم توفى لله نبیھ .…
صلى لله علیھ وسلم یعمل فیھا بما عمل بھ فیھا رسول لله أبو بكر فقبضھا
كذا وكذا ولله یعلم أنھ أبا بكر تزعمان أن وعباس ع ل ي وأنتما حینئذ وأقبل على
فقلت أنا ولي رسول لله أبا بكر فیھا صادق بار راشد تابع للحق ثم توفى لله
فقبضتھا سنتین أعمل فیھا بما عمل رسول لله وأبي بكر صلى لله علیھ وسلم
ثم جئتماني وكلمتكما واحدة وأمركما جمیع جئتني وأبو بكر صلى لله علیھ وسلم
تسألني نصیبك من ابن أخیك وأتى ھذا یسألني نصیب امرأتھ من أبیھا فقلت إن
شئتما دفعتھ إلیكما على أن علیكما عھد لله ومیثاقھ لتعملان فیھا بما عمل بھ
وبما عملت بھ فیھا أبو بكر وبما عمل بھ فیھا صلى لله علیھ وسلم رسول لله
منذ ولیتھا وإلا فلا تكلماني فیھا فقلتما ادفعھا إلینا بذلك فدفعتھا إلیكما بذلك أنشدكم
ھل دفعتھا إلیھما بذلك فقال الرھط نعم قال فأقبل على 􀍿 فق ال وعباس ع ل ي با
ھل دفعتھا إلیكما بذلك قالا نعم قال أفتلتمسان مني قضاء غیر ذلك 􀍿 أنشدكما با
فوالذي بإذنھ تقوم السماء والأرض لا أقضي فیھا قضاء غیر ذلك حتى تقوم الساعة
فإن عجزتما عنھا فادفعاھا فأنا أكفیكماھا
… lalu kalian berdua memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat,
Imam Bukhari – dan tentunya setelah shalat dua rakaat mencari wangsit dari Allah Swt. Ia
menghapus redaksi tersebut dan mengantinya dengan: lalu kalian berdua memandangnya
sebagai begini dan begitu![2]. Sebuah teka teki yang pasti membuat Anda bertanya-tanya, apa ya seperti itu dahulu ketika Umar mengatakannya? (HR. Bukhari,6/191, Kitab an Nafaqât/Nafkah, Bab Habsu ar Rajuli Qûta Sanatihi / Seorang
menahan kebuhutan pangan setahunnya). Dan dalam banyak tempat lainnya, secara total Imam Bukahri menghapus penegasan sikap Imam Ali as dan Abbas ra, ia tidak menyebut-nyebutnya sama sekali, eperti dalam:
1) Bab Fardhu al Khumus/Kewajiban Khumus,4/44.
2) Kitab al Maghâzi/peperangan, Bab Hadîts Bani an Nadhîr,5/24.
3) Kitab al Farâidh/warisan, Bab Qaulu an Nabi saw. Lâ Nûrats Mâ Taraknahu
Shadaqah/Kami tidak diwarisi, apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah,8/4.
4) Kitab al I’tishâm/berpegang teguh, Bab Mâ Yukrahu min at Ta’ammuq wa at Tanâzu’/larangan berdalam-dalam dan bersengketa,8/147.

Tapi sayangnya, Imam Bukhari masih meninggalkan jejak dan dapat menjadi petunjuk yaitu
pembelaan Umar atas dirinya dan juga atas Abu Bakar, Bukhari menyebutkan kata-kata Umar: Allah mengetahui bahwa ia adalah seorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti
kebenaran. Dan kata-kata itu dapat menjadi petunjuk awal bahwa apa yang dikatakan Ali dan
Abbas paling tidak kebalikan darinya atau yang mendekati kebalikan dariny, sebab apa latar
belakang yang mengharuskan Umar mengatakan kata-kata tersebut andai bukan karena adanya tuduhan Ali dan Abbas ra atas Abu Bakar dan Umar? Para Pensyarah Bukhari membongkar apa yang dirahasiakannya. Akan tetapi, kendati demikian para pensyarah Shahih Bukhari, seperti Khatimatul Huffâdz; Ibnu Hajar al Asqallani membongkar apa yang dirahasiakan Bukhari![3] Maka gugurlah usaha Bukhari agar kaum Muslimin tidak mengetahui kenyataan pahit di atas. Dan ini adalah salah satu bukti keunggulan kebenaran / al Haqq. Betapa pun ditutup-tutupi tetap Allah akan membongkarnya.
Ibnu Jakfari Berkata:
Dalam kesempatan ini kami tidak akan memberikan komentar apa-apa, sepenuhnya kami
serahkan kepada para ulama, pemikir, cendikiawan dan santri Ahlusunnah wal Jama’ah untuk
menentukan sikap dan tanggapannya atas sikap Imam Ali as dan Abbas ra terhadap Abu Bakar dan Umar.

Kami hanya hendak mengatakan kepada pembaca yang terhormat: Jika ada yang bertanya kepada Anda, jika Imam Ali as benar-benar telah mengetahui bahwa hadis yang disampaikan Abu Bakar itu benar sabda Nabi suci Saw, mungkinkah Ali as menuduh Abu Bakar berbohong? Mungkinkah Ali as – sebagai pintu kota ilmu Nabi saw - tidak mengatahui sabda itu? Bukankah yang lebih pantas diberitahu Nabi saw adalah Ali dan Fatimah? Lalu mengapakah mereka berdua tidak diberi tahu hukum itu, sementara Abu Bakar yang bukan apa-apa; bukan ahli waris Nabi saw diberi tahu? Anggap Imam Ali as dan Abbas ra tidak diberti tahu oleh Nabi Saw dan Abu Bakarlah yang diberi tahu, pantaskah Imam Ali as membohongkan sesuatu yang belum ia ketahui? Bukankah sikap arif menuntut Ali agar berhati-hati dalam mendustakan sabda suci Nabi Saw dengan mencari tahu, dari para sahabat lain? Namun mengapa, hingga zaman Umar berkuasa pun Ali
as dan Abbas ra masih saja tetap pada pendiriannya bahwa Abu Bakar berbohong dalam
meriwayatkan hadis Nabi saw tersebut! Bukankah dengan mencantumkan riwayat-riwayat seperti itu dalam kedua kitab Shahihnya, Syeikhân (khususnya Imam Muslim) hendak mengecam dan menuduh Abu Bakar dan Umar sebagai: pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat? Atau jangan-jangan kitab nomor wahid kaum Ahlusunnah ini telah tercemari dengan kepalsuan kaum Syi’ah Rafidhah? Kami dapat memaklumi bahwa dengan riwayat-riwayat shahih seperti di atas saudara-saudara kami Ahlusunnah dibuat repot dan kebingungan menetukan sikap:
(A) Apakah harus menuduh Imam Bukhari dan Muslim telah mengada-ngada dan memalsu
hadis? Dan itu artinya kesakralan kitab Shahih Bukhari dan Muslim akan runtuh dengan
sendirinya.
(B) Atau menerima keshahihan hadis-hadis shahih yang diriwayatkan dari banyak jalur di atas
dan itu artinya Abu Bakar dan Umar di mata Imam Ali as dan Abbas ra adalah: pembohong,
pendosa, penipu dan pengkhianat! Maka jika demikian adanya, mungkinkah para Imam dan
tokoh ulama dari keturunan Imam Ali as akan menyanjung Abu Bakar dan Umar, meyakininya
sebagai dua imam pengemban hidayah, sebagai Shiddîq dan Fârûq dan memandang keduanya dengan pandangan yang berbeda dengan ayah mereka?
(C) Atau menuduh Ali as dan Abbas ra sebagai telah menyimpang dari kebenaran dan
mengatakan sebuah kepalsuan tentang Abu Bakar dan Umar ketita menuduh keduanya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat?
(D) Atau jangan-jangan para ulama Ahlusunnah telah meramu sebuah formula khusus yang
akan memberi mereka jalan keluar yang aman?
(E) Atau sebagian ulama Ahlusunnah akan menempuh jalan pintas dengan membuang
redaksi tersebut dari hadis shahih itu, tawarru’an / sebagai bukti kewara’an, seperti yang
dilakukan Bukhari dan sebagian lainnya.[4] Dan tentunya ini adalah sebuah cara aman untuk
keluar dari kemelut yang mengguncang kemapanan doqma mazhab! Hadis seshahih apapun
harus disingkirkan dari arena jika membuat repot para Pembela Mazhab dan akan membukakan pintu keresahan kaum awam atau bahkan setengah awam, setengah alim.
Semoga Allah memberi kemudahan bagi saudara-saudara kami Ahlusunnah untuk menumukan jalan keluar ilmiah yang bertanggung jawab dari kemelut di atas. Amîn Ya Rabbal Alamîn.

[1]Para ulama Ahlusunnah sendiri menegaskan bahwa hanya Abu Bakar seorang yang
meriwayatkannya uacapan itu atas nama Nabi saw.! Tidak seorang pun dari shabat atau Ahlulbait Nabi Saw yang pernah mendengar hadis itu dari Nabi Saw. Semenatara Fatimah –putri tercinta Nabi Saw- tidak mengakuinya sebagai hadis, beliau menuduh Abu Bakar telah bertdusta atas nama Nabi Saw karenanya beliau as tetap bersikeras menuntut hak waris beliau dari ayahnya. Demikian juga dengan Imam Ali dan Abbas, keduanya, seperti akan Anda ketahui di sini menuduh Abu Bakar telah berdusta atas nama Nabi Saw.
[2] Demi meringkas tulisan ini, sengaja kami tidak cantumkan riwayat secara lengkap dan tidak juga terjemahkan secara total potongan hadis di atas.
[3] Fathu al Bâri, ketika menysarahi hadis tersebut pada Bab Kewajiban Khumus,13/238.
[4] Baca syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi,12/72.
“Seseorang tidaklah dicela karena menuntut haknya, tetapi seseorang menjadi tercela karena merampas hak orang lain.”

FADAK DI DALAM KITAB KITAB SUNNI
Untuk membuktikan bahwa kasus Fadak tercatat di dalam kitab-kitab Sunni, saya akan
mendasari kasus ini dari 3 kitab Sunni :
1. Mu’jam al-Buldan-nya Yaquut al-Hamawi Jil. 14, hlm. 238
2. Tarikh al-Khamis, Jil. 2, hlm. 88
3. Wafa al-Wafa-nya Nuruddin al-Samhuudi, Jil. 4, hlm. 1480
Pada ketiga kitab itu tertulis :
“Fadak adalah sebuah kota, yang jaraknya 2-3 hari perjalanan dari Madinah. Di sana banyak
sumur-sumur air dan pohon-pohon kurma. Fadak juga merupakan tanah yang dikatakan
Fathimah kepada Abu Bakar, “Ayahku (Rasulullah SAW) menghadiahkan kepadaku Fadak
sebagai hadiah.” Abu Bakar lalu meminta mengajukan Fathimah saksi-saksi atas persoalan
ini.”
Sebenarnya sangat aneh jika Abu Bakar meminta saksi kepada Fathimah, karena kita semua tahu bahwa Aisyah, putrinya sendiri mengatakan tentang Fathimah:
“Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih jujur dari Fathimah, kecuali Rasulullah.”
Lalu ada orang bertanya, “Apakah ada sesuatu (cerita) tentang dia?” Aisyah lalu berkata, “Ya.
Rasulullah menyayanginya (Fathimah), karena dia tidak pernah berdusta.” Dan di dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abdul Barr dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang ucapannya lebih benar dari Fathimah, kecuali seseorang yang menjadi orang tuanya.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam Mustradak-nya Jil. 3, hlm. 160-161 dan ditetapkan sebagai hadits shahih menurut kriteria yang dipakai oleh Imam Muslim dan disepakati pula oleh Adz-Dzahabi.
Apakah Anda juga meragukan Sayyidah Fathimah? Na’udzubillah min dzalik. Jika Anda mengatakan tidak layak Fathimah meminta-minta haknya seperti itu. Layakkah? Tentu
saja layak. Mengapa tidak, seseorang tidak menjadi terhina atau menjadi hina karena dia
menuntut haknya, tetapi seseorang menjadi terhina ketika dia merampas hak orang lain.
Pada peristiwa tersebut (penuntutan hak Fadak), Sayyidah Fathimah membacakan ayat Quran :
“Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan itu. Maka kesabaran itulah yang
baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS Yusuf [12] ayat 83)

PENDAPATAN YANG DIPEROLEH DARI TANAH FADAK
Di dalam kitab hadis Ahlus Sunnah, yaitu Sunan Abu Dawud, Jil. 3, hlm. 144, Dzikr Fa’i, tertulis : “Abu Dawud mengatakan bahwa ketika Umar bin Abdul ‘Aziz menjadi khalifah, pendapatan yang diperoleh dari tanah fadak adalah 40.000 Dinar.”
Di dalam Syarah Ibn Abil Hadid, Jil. 4, hlm. 108 tertulis :
“Umar (bin Khaththab) mengeluarkan orang-orang Yahudi dari tanah Fadak. Dan nilai tanah
tersebut berikut kurmanya adalah 50.000 Dirham.”

BERKAH YANG DATANG DARI KURMA-KURMA FADAK
Ibn Abi Al-Hadiid di dalam Syarah Nahjul Balaghah-nya pada Jil. 4, hlm. 108 menulis :
“Ada 11 macam pohon buah-buahan yang tumbuh di Fadak, yang Rasulullah Saw tanam lewat
tangan beliau sendiri. Anak-anak Fathimah biasa menghadiahkan hasil kebun Fadak tersebut
kepada orang-orang yang pergi hajji dan mereka (para hajji dan hajjah) memberikan kepada
anak-anak Fathimah beberapa dinar dan dirham atas pelayanan mereka.”

PENDAPATAN DARI FADAK DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN MILITER
Kita bisa juga membaca di dalam kitab yang ditulis oleh seorang alim dari Ahlus Sunnah wal
Jamaah: Insanul Ayun fi Siirah al-Halabiyah Jil. 3, hlm. 487-488, Bab Wafatnya Rasulullah Saw :
“Umar marah kepada Abu Bakar, lalu berkata, “Jika Anda mengembalikan Fadak kepada
Fathimah, (maka hal itu akan menjatuhkan Anda) padahal (hasil keuntungan Fadak) itu bisa
digunakan untuk angkatan perang dan pertahanan. Saat ini semua bangsa Arab sedang bangkit melawan Anda.” (maka) Dia (Abu Bakar) mengambil dokumen Fadak dari Fathimah dan merobek-robeknya menjadi potongan-potongan kecil.”
Kita telah melihat bahwa fakta sejarah ini telah menunjukkan secara jelas bahwa kepemilikan
sah tanah Fadak ada di tangan Sayyidah Fathimah, namun dengan alasan untuk pertahanan dan angkatan perang, tanah tersebut “terpaksa diambil alih”. Dengan demikian kita juga memperoleh data yang menunjukkan bahwa hasil yang sedemikian besar yang diperoleh dari Fadak telah digunakan untuk kepentingan pertahanan kekuasaan. Bisa dipahami jika beberapa sejarawan yang menduga ada ketakutan tersembunyi dari beberapa sahabat Nabi jika tanah Fadak digunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as dan sahabat-sahabat setianya untuk melawan mereka, yaitu orang-orang yang tidak menyetujui kekhalifahan berada di tangan Imam Ali as.

PERBEDAAN GHANIMAH DENGAN FA’I
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara Ghanimah dan Fa’i. Di dalam Tafsir Kabir, Jil. 8, hlm. 125, dan Tafsir Maraghi, tentang tafsir Surah al-Hasyr :
“Ghanimah adalah harta yang untuk memperolehnya kaum Muslim mesti berkerja keras
(bertempur) untuk itu. Sementara Fa’i adalah harta yang diperoleh kaum Muslim tanpa harus
mengendarai kuda dan unta (artinya tanpa harus bertempur).”
Adapun tanah Fadak adalah rampasan perang yang diperoleh dari Fa’i (kemenangan perang yang didapat tanpa pertempuran.)
Mari kita lihat ayat Quran yang berhubungan dengan ini :
“Dan apa saja harta rampasan (afaa-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan
seekor untapun (seperti Fadak), tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada RasulNya
terhadap apa saja yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-
Hasyr [59] ayat 6)
Fakhruddin al-Razi di dalam Tafsir Kabir-nya mengatakan :
“Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Fadak, yang mana Rasulullah Saw memeprolehnya dari
penaklukan tanpa pertempuran.” (Tafsir al-Kabir, Jil. 10, hlm. 506)
- Tafsir Mazhari, hlm. 238
- Tafsir Ruh Al-Ma’ani, Tafsir Surah Hashr.
- Tafsir Maraghi, Tafseer Surah Hashr.
- Tafsir Durr al-Mantsur, Tafsir Surah Hashr.
- Tafsir Jawahir li al-Tanthawi, Tafsir Surah Hashr.
 Dari tafsir-tafsir Quran ini telah jelas bahwa Fadak diperoleh dari Fa’i, yang kemudian menjadi
milik Rasulullah Saw dan selanjutnya diberikan beliau kepada putri tercintanya Sayyidah
Fathimah as sebagai hadiah. Namun setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar mengambilnya
secara paksa dari Sayyidah Fathimah as. Inilah salah satu penyebab tertekannya batin Sayyidah Fathimah as dan menjadi beban deritanya sepeninggal ayahnya, Rasulullah Saw.
“Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al-
Israa’ [17] ayat 82)

BAGAIMANA SEJARAH FADAK SAMPAI MENJADI MILIK EKSKLUSIF RASULULLAH SAW
Di dalam kitab-kitab Sunni berikut ini :
1. Abi al-Hassan Baladzuri, Fathul Buldan, hlm. 46.
2. Majmu’ al-Buldan, Jil. 14, hlm.139
3. Tarikh al-Thabari, Jil. 3, hlm. 1583
4. Ibn Atsir, Tarikh al-Kamil, Jil. 2, hlm. 108
5. Husayn Diyar Bakari, Tarikh al-Khamiis, Jil. 2, hlm. 58
Semua kitab di atas mencatat bahwa :
“Ketika Rasulullah Saw kembali dari Khaybar, beliau mengirim Muhisa bin Mas’ud untuk
mendakwahkan Islam ke penduduk Khaybar. Pemimpin Yahudi Khaybar saat itu adalah Yusya
bin Nun. Penduduk Fadak menolak menerima Islam, namun memberikan separuh dari tanah
Fadak mereka. Rasulullah Saw mengambil separuh tanah itu dan mengijinkan mereka untuk
tetap tinggal di separuh lagi dari tanah itu. Sejak saat itu setengah tanah Fadak teresebut
menjadi kekayaan milik Rasulullah Saw, yang diperoleh kaum Muslim tanpa harus mengendarai kuda dan unta.”
“Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh
orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari
yang pada waktu itu mata terbelalak.” (Al-Quran Surah Ibrahim [14] ayat 42)

RASULULLAH SAW AKHIRNYA MENDAPATKAN KESELURUHAN TANAH FADAK
Di dalam kitab-kitab yang ditulis para alim dari Ahlus Sunnah di bawah ini :
1. al-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim, Jil. 2, hlm.92
2. Sunan al-Nasaai, Jil. 7, hlm. 137
3. Wafa’ al-Wafa’, Jil. 4, hlm. 1280
4. Ibn Hisyam, Sirah al-Nabi, Jil. 3, hlm. 353
5. Tarikh Abul Fida, hlm. 140, Dzikr Ghazwah al-Khaybar
Kelima kitab di atas mencatat bahwa :
“Setelah kesepakatan damai (dengan kaum Yahudi Khaybar), separuh tanah Fadak yang telah
diberikan orang-orang Yahudi, akhirnya seluruhnya menjadi milik Rasulullah Saw. Sec1/3
lembah Qari dan 2 kastil Khaybar menjadi eksklusif milik Rasulullah Saw dan tak seorangpun
yang memperoleh bagian dari ini.”
Hanya orang-orang bebal seperti Ibn Taymiyah dan kaum Wahabi sajalah yang menolak bahwa
Fadak adalah milik eksklusif Rasul Saw. Dan memang pantas jika Sayyidah Fathimah as
mengatakan : “Dan kami meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang
dusta.” (QS Ali Imran [3] ayat 61)
Ayat di atas (QS 3 : 61) adalah ayat MUBAHALAH, yang mana Sayyidah Fathimah as adalah
salah satu yang diajak oleh Rasulullah Saw untuk ikut saling mengutuk dengan orang-orang yang tidak beriman. Lalu mungkinkah Sayyidah Fathimah as yang pernah diajak oleh Rasulullah Saw bermubahalah melakukan dusta tentang tanah Fadak? Tentu saja tidak. Maka semoga laknat Allah Swt, Rasul-Nya dan seluruh Imam Ahlul Bait Nabi as bagi mereka yang mendustakan fakta-fakta sejarah yang juga telah dicatat oleh para alim Ahlus Sunnah.

UMAR BIN KHATHTHAB JUGA MENGANGGAP BAHWA FADAK ADALAH
KEKAYAAN EKSKLUSIF MILIK RASULULLAH SAW
Syibli Numani di dalam bukunya al-Faruq menulis :
“…setelah penaklukkan Sirian dan Irak, Umar memanggil para sahabat; dia mengumumkan
dengan dasar al-Quran bahwa penaklukan wilayah-wilayah bukanlah milik siapa pun, tetapi
semuanya menjadi kekayaan negara, seperti yang telah diabahs tentang Fa’i. Bagaimanapun,
dari ayat Quran sendiri muncul bahwa tanah Fadak adalah milik pribadi Rasulullah saw, dan
Umar sendiri pun memahami bahwa ayat itu mengimplikasikan demikian. Apa yang Allah
perbuat atas orang-orang ini (Bani Nadhir) dengan mengirim Rasul-Nya untuk penaklukkan
yang kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan seekor untapun (seperti Fadak), tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada RasulNya terhadap apa saja yang dikehendakiNya.” (QS
Al-Hasyr [59] ayat 6) Sambil membaca ayat ini, Umar menyatakan bahwa tanah itu memang
diberikan untuk Nabi Saw. Hal ini juga tercantum di dalam Shahih Bukhari secara rinci pada
Bab Khums al-Maghazi dan al-Mirats.” (Syibli Numani, Al-Faruq, Jil. 2, hlm. 289-290.)

APA YANG DIBELANJAKAN RASULULLAH SAW DARI FADAK?
Seorang penulis buku Qishash al-Anbiya’, Ahmad Jawdat Pasha menyatakan bahwa Abu Bakar menggunakan Fadak untuk kepentingan para tamu dari luar kota atau negeri, para pelancong, para duta besar. Benarkah? Lalu apakah Rasulullah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Abu Bakar?
Mari kita buka kitab Shahih Muslim Bab al-Fa’i, Bab 19, hadis no. 4347 :
“Diriwayatkan dari Umar, bahwa ia berkata : “Harta benda (tanah) Bani Nadhir adalah
termasuk kekayaan fai` yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, yang diperoleh kaum Muslimin tanpa perang dengan menunggang kuda atau unta. Harta rampasan itu khusus untuk Nabi Saw lalu menafkahkan untuk keluarga beliau (ahlihi) selama setahun, sisanya beliau pergunakan untuk membeli hewan angkutan serta persenjataan perang di jalan Allah.” (Jika masih meragukan hadis-hadis yang saya kutip di sini silahkan Anda melihat sendiri pada situs resmi kerajaan Saudi Arabia di sini : http://hadith.alislam.com/bayan/display.asp?Lang=ind&ID=1019)
.
Umar sendiri mengatakan bahwa harta yang diperoleh dari Bani Nadhir atau Fadak adalah
diberikan khusus untuk Nabi Saw secara eksklusif dan digunakan oleh Rasulullah Saw untuk
kebutuhan keluarganya dan membeli persenjataan. Jadi sangat berbeda dengan apa yang ditulis oleh Ahmad Jawdat Pasha. Dan jika Umar mengatakan bahwa Fadak adalah anugerah Allah Swt yang khusus sepenuhnya diberikan kepada Rasulullah Saw, lalu mengapa dia dan Abu Bakar berani lancang merampasnya dari Sayyidah Fathimah as?
.
“Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kerabat (li dzil qurba), anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS al-Hasyr [59] ayat 7)

Fatimah Az Zahra As berpesan pada Imam ‘Ali as agar memakamkan jenazahnya pada malam hari karena tidak mau dishalatkan oleh “kedua sahabat” Nabi yang menzolimi beliau perihal tanah fadak dan kepemimpinan Imam ‘Ali as selepas wafatnya Nabi Muhammad Saw. Rasa sakit hati beliau semakin memuncak ketika sahabat Umar ibn Khattab ra menyerbu rumah beliau dan menyeret Imam ‘Ali as selayaknya seekor anjing yang hina. Sayidah Fatimah yang ketika itu sedang hamil tua berusaha menolong suaminya, namun atas perintah Umar untuk mencegahnya. Pencegahan tersebut menggunakan kekerasan dengan memukul perut (sebagian riwayat rusuk) sayidah Fatimah as sehingga beliau terjatuh dan keguguran. Karena protesnya tidak digubris, dalam keadaan berdarah karena keguguran, ia mengambil dan
memakai mantel pemberian Nabi Muhammad dan mengutuk para penyerangnya. Namun Imam ‘ Ali as dengan segala kemulian dan kebijaksanaannya mencegah hal tersebut, karena beliau tahu kutukan Fatimah as akan disegerakan di dunia. Abu Bakr ra yang mengetahui hal ini segera meminta maaf di hari-hari terakhir Sayidah Fatimah as karena takut akan kutukan tersebut. Namun sampai di akhir hayatnya, Sayidah Fatimah tetap bersikeras pada prinsipnya. Dan penyesalan Abu Bakar ra dan Umar ibn Khttab ra adalah karena tidak beroleh maaf dari Sayidah Fatimah. Coba baca kembali sengketa tanah Fadak, semuanya terbuka. Sayyidah Fatimah Az-Zahra (as) wafat 6 bulan setelah ayahnya, Rasulullah Saw wafat. Sedangkan Abu Bakar wafat 2 1/2 tahun setelahnya dan Umar wafat pada 24 Hijriyah. Meskipun Abu Bakar dan Umar wafat jauh setelah wafatnya Sayyidah Fatimah (as) tetapi mengapa jasad
Sayyidah Fatimah tidak dikuburkan di sebelah makam ayahnya yang sangat dicintainya, namun mengapa kedua sahabat ini justru bisa dimakamkan di samping Rasulullah Saw? Apakah mungkin Sayyidah Fatimah sendiri yang meminta agar dia dimakamkan jauh dari ayah yang sangat dicintainya itu? Jika benar begitu, mengapa? Bukankah Rasulullah Saw teramat sangat mencintai putrinya ini, sampai-sampai Rasulullah Saw bersabda, “Fatimah adalah bagian dari diriku. Maka barangsiapa yang membuatnya marah berarti ia telah membuat marah diriku.” (Shahih Bukhari) 1]

Dalam hadits lainnya Rasulullah saw bersabda, “Fatimah adalah belahan jiwaku, aku menjadi
susah karena sesuatu yang membuatnya susah dan aku berbahagia karena sesuatu yang
membuatnya bahagia.” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal dan Al-Hakim) 2]
Dalam hadits lainnya Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Fatimah adalah darah
dagingku. Barangsiapa yang menyakitinya berarti ia menyakitku.” (H.R Al-Hakim)
Hadits lainnya yang juga populer di mana Rasul Saw bersabda, “Sesungguhnya Fatimah
merupakan bagian dari diriku, aku merasa sakit sebab sesuatu yang menyakitinya. Dan aku
akan marah karena sesutu yang membuatnya marah pula.” (H.R. Ahmad, Turmidzi, Al-Hakim
dan Al-Thabrani, dengan sanad-sanad yang shahih)
Apakah pernyataan-pernyataan Nabi Saw ini sekadar ungkapan sentimen personal beliau? Tentu saja tidak, karena Allah Swt berfirman, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Al-Quran Surah Al-Najm [53]: 3)
Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada putri tercintanya, Fatimah :
“Sesungguhnya Allah ridha karena keridhaanmu dan Allah murka karena kemarahanmu.” (H.R
Al-Thabrani) 3]

Lalu mengapa putri tercinta Nabi Saw ini tidak dikuburkan di samping makam ayahnya,
Rasulullah Saw, padahal Sayyidah Fatimah sendiri sangat mencintai ayahnya? Lalu mengapa
Abu Bakar & Umar bisa dimakamkan disamping makam Rasulullah Saw, padahal mereka wafat jauh setelah Sayyidah Fatimah wafat? Ada apa? Apa yang telah terjadi di masa itu? (Coba Anda lihat hadits : Shahih al-Bukhari Jilid 5, hadits nomor: 546).

Catatan Kaki:
1] Shahih Bukhari, Jil. 5, hadits no. 61.
2] Thabrani juga meriwayatkan hadits yang serupa dengan lafadz yang sedikit berbeda.
3] Sanad hadits ini hasan

0 komentar:

Posting Komentar

Pesan-Pesan Penting

Al-Imam Ali ar-ridho as, Tatkala memberikan hadiah "Jubah" beliau kepada Di'bil (pelantun Syair beliau), beliau as berkata Di'bil, maukah kutambah bait-bait lain,.... agar syairmu tentang "derita Keluarga Rasul menjadi Sempurna ?

" Di'bil menjawab Tentu saja, Junjunganku. Semua yang Anda sukai, pasti juga aku sukai.

Syair Beliau as "Menangislah di atas sepetak pusara di Tanah Thus. Musibah yang menimpa akan tetap lestari dalam hati hingga Kiamat Sampai Allah membangkitkan Al Qoim, Yang akan melenyapkan beban duka dari Kami.

Di'bil bertanya ;" Diriku jadi tebusanmu, Junjunganku. PUSARA SIAPAKAH DI THUS ITU ? (Imam as mendekati Di'bil dengan nada yang halus dan pelan) ;

"ITU PUSARAKU". Selanjutnya Imam as beliau berpesan pada

Di'bail ; Segera pergi dari kota (Marw) ini. Tiap kali bertemu dengan para Pecinta Kami sampaikan salam kepada mereka dan ceritakan duka derita Kami.




Abdul Azim Hasani berkata: Dikatakanlah kepada Abu Jafar (Imam Jawad as).”Aku ragu, apakah berziarah ke makam Aba Abdulah Husain atau berziarah ke makam ayahanda di kota Thus.

Pendapat anda bagaimana wahai Abu Jafar? kemudian Imam Jawad berkata : Tetaplah pada pendirianmu.....(kemudian Imam Jawad masuk ke dalam rumahnya dan tiba-tiba keluar sebentar seraya airmata beliau berlinang diantara pipinya dan berkata:
”Sangatlah banyak sekali penziarah Aba Abdulah As dan penziarah Ayah ku (al Imam Ali Ridho as) sangatlah sedikit".