Pesantren Syiah, Darut Taqrib, berdiri di tengah lingkungan Nahdlatul
Ulama, yang merupakan penganut Sunni di Desa Candi Bangsri, Jepara.
Meski beberapa praktek peribadatannya berbeda, warga Syiah dan warga NU
hidup damai di wilayah ini. Menurut Miqdad Turkan, murid Abdul Ghadir
Bafaqih, pendiri aliran Syiah di Jepara, ada beberapa faktor yang
menyebabkan kaum Syiah dan Sunni di Jepara bisa hidup damai.
Ada faktor hubungan kekerabatan dan pertemanan sejak lama. “Banyak
tokoh kiai di Jepara dan sekitarnya pernah menjadi murid Ghadir,” kata
Miqdad. Karena itu, ketika Abdul Ghadir beralih ke Syiah, muridnya tahu
bahwa Abdul Ghadir memang berbeda sejak awal, sehingga tak menimbulkan
masalah.
Selain itu, para kiai muda di Jepara juga berteman baik sejak di
bangku sekolah. Yang tak kalang penting, kata Miqdad, kaum Syiah di sana
tak pernah bertindak ekstrem atau berambisi mengajak orang Sunni masuk
ke Syiah. “Orang Syiah berkembang secara alamiah dan orang lain melihat
Syiah juga secara alamiah pula,” katanya.
Bagi Miqdad, secara naluriah, orang terus berproses dalam pencarian
akibat ketidakpuasan spiritual. “Silakan diskusi. Selanjutnya Anda jadi
Syiah atau tidak, itu hak anda. Orang yang bijak adalah yang bisa
memahami orang lain tanpa harus mengikuti,” kata Miqdad.
Muhammad Ali, salah satu pengasuh pondok Darut Taqrib, menyatakan
menjadi penganut Syiah secara alamiah setelah banyak membaca buku. “Saat
umur 16 tahun, saya banyak membaca buku tentang Islam dan masyarakat,
serta tentang Islam dan tantangan zaman,” katanya. Setelah itu, dia
mondok di Pekalongan.
Sebelumnya, Ali adalah penganut Sunni tulen. Keluarganya pun pengikut
setia Sunni. Kini, Ali beralih ke Syiah, sedangkan keluarganya masih
ikut Sunni. Keluarga Ali juga tak mempersoalkan pilihan keyakinan
anaknya. “Perbedaaan dalam hal kehidupan adalah sesuatu yang biasa, yang
penting saling menghargai,” katanya.
Miqdad menambahkan, silakan menjadi pengikut Syiah atau Sunni. “Yang penting jangan berhenti belajar dan selalu membela kaum
mustad’afin
(kaum lemah),” ujarnya. Miqdad mencontohkan, penganut Syiah dan Sunni
di Jepara sering melakukan salat berjamaah. Miqdad mengatakan, dalam
salat berjamaah itu, tangan penganut Sunni bersedekap, sedangkan tangan
penganut Syiah tidak demikian. “Tidak ada masalah. Itu hanya perbedaan
yang tak substansial,” katanya.