Sabtu, 22 Oktober 2011

Fakta yang Tak Pernah diungkap Gereja (bag. 3)


Peristiwa Ghadir Khum didalam alkitab
Al-Ghadir adalah sebuah peristiwa dalam sejarah Islam, terjadi pada tanggal 18 dzulhijjah, ketika Nabi Muhammad saw menyampaikan khutbah terakhirnya. Dalam sebuah riwayat yang mutawatir, diantara bagian terpenting dari khutbah itu adalah: “Wahai manusia! Allah adalah Maulaku dan adalah Maula orang yang beriman dan Aku memilki hak yang lebih atas hidup mereka. Dan inilah Ali Maula bagi yang menjadikanku Maula. Ya Allah! Cintailah orang yang mencintainya dan bencilah orang yang membencinya.”
Kata Ghadir (dalam bahasa Ibrani: GDUr) didalam alkitab muncul sebagai kata Ibrani yang bermakna ‘wall’ (dinding) atau ‘fence’ (pagar). Kemunculan kata tersebut terdapat pada Yesaya 58:12 yang berbicara tentang puasa. Ungkapan relevan yang terdapat didalamnya ialah ‘the fencing up of the breach’ (pemagaran tembok yang tembus). Kata tersebut merujuk seorang figur manusia. Didalam ayat 5, kata-kata sang Nabi menunjukkan kepada kaum yang gagal melaksanakan perintah Tuhan secara benar. Kegagalan itu tampak dari perilaku mereka yang tetap zalim meskipun mereka kerap melaksanakan berbagai bentuk (ibadah) puasa. Kata ganti ye (kalian) berubah menjadi bentuk tunggal thou (kamu) didalam ayat 7, dan berawal pada ayat inilah seorang figur manusia dari ghadir tersebut dijelaskan. Kata-kata yang ada sejak ayat ke 7 tersebut, secara khusus, sangat bermakna apabila diterapkan kepada Imam Ali as yang diangkat Nabi saw di Al-Ghadir.

Yeasaya 58:7: “Is it not to deal thy house? Whene thou seest that naked, that thou cover him; and that thou hide not thyself from thine own flesh?
8 Then shall thy light break forth as the morning, and thine healt shall spring forth speedily: and thy righteousness shall go before thee; the glory of the LORD shall be thy rereward.
9 Then shalt thou call, and the LORD shall answer; thou shalt cry, and he shall say, Here I am. If thou take away from the midst of thee the yoke, the putting forth of the finger, and speaking vanity;
10 And if thou draw out thou soul to the hungry, and satisfy the afflicted soul; then shall thy light rise in obscurity, and thy darkness be as the noonday:
11 And the LORD shall guide thee continually, and satisfy thy soul in drought, and make fat thy bones: and thou shalt be like a watered garden, and like spring of water, whose waters fail not.
12 And they that shall be of thee shall build the old waste places: thou shalt raise up the foundations of many generations; and thou shalt be called, The repairer of the breach, the restorer of paths to dwell in.”
[“7 supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!
8 pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan terdepanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu.
9 pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjukorang dengan jari dan memfitnah,
10 apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kau inginkan sendiri dan memuaskan hati orang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.
11 TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.
12 engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan yang memperbaiki tembok yang tembus, yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni.”]
Semua ungkapan pada kutipan ayat-ayat diatas dengan sangat baik mempresentasikan karakter dan tindakan-tindakan Imam Ali as. Terdapat banyak riwayat yang mengungkapkan tindakan Imam Ali as memberi makan makan orang yang kelaparan. Beliau juga mengabdikan dirinya untuk ikut mengangkat beban kesulitan manusia dan menghilangkan fitnah.
Kemudian, dua bagian didalam Yehezkiel menyampaikan tentang kegagalan bangsa Israel dalam melaksanakan peran kepemimpinan yang telah dianugrahkan Tuhan untuk menyebarkan monoteisme kepada dunia.
Yehezkiel 13:5: “Ye have not gone up into the gaps, neither made up the hedge for the house of Israel to stand in the bettle in the day of the LORD.”
[“Kamu tidak mempertahankan lobang-lobang pada tembokmu dan tidak mendirikan tembok sekeliling rumah Israel, supaya mereka dapat tetap berdiri di dalam peperangan pada hari TUHAN.”]
Ayat ini memunculkan konteks pentingnya proklamasi Al-Ghadir. Baik Yahudi maupun Kristen, keduanya sama-sama gagal dalam menunaikan mandat Tuhan. Oleh karena itu, kegagalan mereka perlu diperbaiki melalui pewahyuan Al-Qur’an, dan penegakan “pagar/tembok” atau ghadir untuk memelihara tegaknya hukum Tuhan di muka bumi.
Dengan demikian, prinsip Imamah secara khusus mendapatkan keabsahannya bersama Imam Ali as pada peristiwa Ghadir Khum. Dan didalam pengkhotbah 10:8 menyebutkan tentang peringatan kepada mereka yang melanggar kesepakatan Al-Ghadir:
He diggeth a pit shall fall into it; and whoso breaketh an hedge, a serpent shall bite him.”
[“Barangsiapa yang menggali lobang akan jatuh ke dalamnya, dan barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular.”]
Sang Nabi (dalam ayat diatas) berjanji bahwa barangsiapa yang menistakan kesepakatan Al-Ghadir akan disengat ular. Referensi sebelumnya mengenai lubang (pit) tentu saja bermakna ‘merencanakan makar’ terhadap orang lain. Bagaimanapun, keseluruhan ayat tersebut memiliki sebuah nuansa makna eskatologis, baik yang mengisyaratkan hukuman di alam kubur karena kegagalan mengenal sang Imam ataupun hukuman pada hari kebangkitan.

0 komentar:

Posting Komentar

Pesan-Pesan Penting

Al-Imam Ali ar-ridho as, Tatkala memberikan hadiah "Jubah" beliau kepada Di'bil (pelantun Syair beliau), beliau as berkata Di'bil, maukah kutambah bait-bait lain,.... agar syairmu tentang "derita Keluarga Rasul menjadi Sempurna ?

" Di'bil menjawab Tentu saja, Junjunganku. Semua yang Anda sukai, pasti juga aku sukai.

Syair Beliau as "Menangislah di atas sepetak pusara di Tanah Thus. Musibah yang menimpa akan tetap lestari dalam hati hingga Kiamat Sampai Allah membangkitkan Al Qoim, Yang akan melenyapkan beban duka dari Kami.

Di'bil bertanya ;" Diriku jadi tebusanmu, Junjunganku. PUSARA SIAPAKAH DI THUS ITU ? (Imam as mendekati Di'bil dengan nada yang halus dan pelan) ;

"ITU PUSARAKU". Selanjutnya Imam as beliau berpesan pada

Di'bail ; Segera pergi dari kota (Marw) ini. Tiap kali bertemu dengan para Pecinta Kami sampaikan salam kepada mereka dan ceritakan duka derita Kami.




Abdul Azim Hasani berkata: Dikatakanlah kepada Abu Jafar (Imam Jawad as).”Aku ragu, apakah berziarah ke makam Aba Abdulah Husain atau berziarah ke makam ayahanda di kota Thus.

Pendapat anda bagaimana wahai Abu Jafar? kemudian Imam Jawad berkata : Tetaplah pada pendirianmu.....(kemudian Imam Jawad masuk ke dalam rumahnya dan tiba-tiba keluar sebentar seraya airmata beliau berlinang diantara pipinya dan berkata:
”Sangatlah banyak sekali penziarah Aba Abdulah As dan penziarah Ayah ku (al Imam Ali Ridho as) sangatlah sedikit".