Peristiwa Ghadir Khum didalam alkitab
Al-Ghadir
adalah sebuah peristiwa dalam sejarah Islam, terjadi pada tanggal 18
dzulhijjah, ketika Nabi Muhammad saw menyampaikan khutbah
terakhirnya. Dalam sebuah riwayat yang mutawatir, diantara bagian
terpenting dari khutbah itu adalah: “Wahai manusia! Allah adalah
Maulaku dan adalah Maula orang yang beriman dan Aku memilki hak yang
lebih atas hidup mereka. Dan inilah Ali Maula bagi yang menjadikanku
Maula. Ya Allah! Cintailah orang yang mencintainya dan bencilah orang
yang membencinya.”
Kata
Ghadir (dalam bahasa Ibrani: GDUr) didalam alkitab muncul sebagai
kata Ibrani yang bermakna ‘wall’
(dinding) atau ‘fence’
(pagar). Kemunculan kata tersebut terdapat pada Yesaya 58:12 yang
berbicara tentang puasa. Ungkapan relevan yang terdapat didalamnya
ialah ‘the
fencing up of the breach’
(pemagaran tembok yang tembus). Kata tersebut merujuk seorang figur
manusia. Didalam ayat 5, kata-kata sang Nabi menunjukkan kepada kaum
yang gagal melaksanakan perintah Tuhan secara benar. Kegagalan itu
tampak dari perilaku mereka yang tetap zalim meskipun mereka kerap
melaksanakan berbagai bentuk (ibadah) puasa. Kata ganti ye
(kalian) berubah menjadi bentuk tunggal thou
(kamu) didalam ayat 7, dan berawal pada ayat inilah seorang figur
manusia dari ghadir tersebut dijelaskan. Kata-kata yang ada sejak
ayat ke 7 tersebut, secara khusus, sangat bermakna apabila diterapkan
kepada Imam Ali as yang diangkat Nabi saw di Al-Ghadir.
Yeasaya
58:7: “Is it not to deal thy house? Whene thou seest that naked,
that thou cover him; and that thou hide not thyself from thine own
flesh?
8
Then shall thy light break forth as the morning, and thine healt
shall spring forth speedily: and thy righteousness shall go before
thee; the glory of the LORD shall be thy rereward.
9
Then shalt thou call, and the LORD shall answer; thou shalt cry, and
he shall say, Here I am. If thou take away from the midst of thee
the yoke, the putting forth of the finger, and speaking vanity;
10
And if thou draw out thou soul to the hungry, and satisfy the
afflicted soul; then shall thy light rise in obscurity, and thy
darkness be as the noonday:
11
And the LORD shall guide thee continually, and satisfy thy soul in
drought, and make fat thy bones: and thou shalt be like a watered
garden, and like spring of water, whose waters fail not.
12
And they that shall be of thee shall build the old waste places: thou
shalt raise up the foundations of many generations; and thou shalt be
called, The
repairer of the breach,
the restorer of paths to dwell in.”
[“7
supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa
ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau
melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak
menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!
8
pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan
pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan terdepanmu dan
kemuliaan TUHAN barisan belakangmu.
9
pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab,
engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku!
Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak
lagi menunjuk-nunjukorang dengan jari dan memfitnah,
10
apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kau inginkan
sendiri dan memuaskan hati orang tertindas maka terangmu akan terbit
dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.
11
TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di
tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan
seperti taman yang diairi dengan baik seperti mata air yang tidak
pernah mengecewakan.
12
engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan
memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan
disebutkan yang memperbaiki
tembok yang tembus,
yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni.”]
Semua
ungkapan pada kutipan ayat-ayat diatas dengan sangat baik
mempresentasikan karakter dan tindakan-tindakan Imam Ali as. Terdapat
banyak riwayat yang mengungkapkan tindakan Imam Ali as memberi makan
makan orang yang kelaparan. Beliau juga mengabdikan dirinya untuk
ikut mengangkat beban kesulitan manusia dan menghilangkan fitnah.
Kemudian,
dua bagian didalam Yehezkiel menyampaikan tentang kegagalan bangsa
Israel dalam melaksanakan peran kepemimpinan yang telah dianugrahkan
Tuhan untuk menyebarkan monoteisme kepada dunia.
Yehezkiel
13:5: “Ye have not gone up into the gaps,
neither made up the hedge
for the house of Israel to stand in the bettle in the day of the
LORD.”
[“Kamu
tidak mempertahankan lobang-lobang pada tembokmu
dan tidak mendirikan tembok
sekeliling rumah Israel, supaya mereka dapat tetap berdiri di dalam
peperangan pada hari TUHAN.”]
Ayat
ini memunculkan konteks pentingnya proklamasi Al-Ghadir. Baik Yahudi
maupun Kristen, keduanya sama-sama gagal dalam menunaikan mandat
Tuhan. Oleh karena itu, kegagalan mereka perlu diperbaiki melalui
pewahyuan Al-Qur’an, dan penegakan “pagar/tembok” atau ghadir
untuk memelihara tegaknya hukum Tuhan di muka bumi.
Dengan
demikian, prinsip Imamah secara khusus mendapatkan keabsahannya
bersama Imam Ali as pada peristiwa Ghadir Khum. Dan didalam
pengkhotbah 10:8 menyebutkan tentang peringatan kepada mereka yang
melanggar kesepakatan Al-Ghadir:
“He
diggeth a pit shall fall into it; and whoso breaketh an hedge,
a serpent shall bite him.”
[“Barangsiapa
yang menggali lobang akan jatuh ke dalamnya, dan barangsiapa
mendobrak tembok
akan dipagut ular.”]
Sang
Nabi (dalam ayat diatas) berjanji bahwa barangsiapa yang menistakan
kesepakatan Al-Ghadir akan disengat ular. Referensi sebelumnya
mengenai lubang (pit) tentu saja bermakna ‘merencanakan makar’
terhadap orang lain. Bagaimanapun, keseluruhan ayat tersebut memiliki
sebuah nuansa makna eskatologis, baik yang mengisyaratkan hukuman di
alam kubur karena kegagalan mengenal sang Imam ataupun hukuman pada
hari kebangkitan.
0 komentar:
Posting Komentar